Senin, 11 Februari 2013 | By: Tuxedo Kamen

Menjadi perempuan adalah anugrah.


Menjadi perempuan yang beriman dan berislam, itu jauh lebih indah lagi. Mau tahu kenapa? Karena menjadi perempuan muslimah itu merupakan sebuah berkah yang tidak dialami oleh semua perempuan di dunia. Dan berkah ini akan menjadi lebih sempurna ketika sebagai muslimah, kita menyadari akan keistimewaan ini. Kenapa bisa begitu? Karena ternyata di luar sana, banyak banget mereka yang mengaku dirinya muslimah namun masih bingung dengan jati dirinya sendiri. Mereka akhirnya berusaha mencari jawaban kebingungan itu dengan mengambil jalan lain yang nggak ada benernya sama sekali.
Jalan lain ini seringnya sok menjadi pahlawan kesiangan bagi perempuan sehingga seakan-akan perempuan sendiri merasa diistimewakan. Salah satunya adalah ide feminisme yang (katanya) memperjuangkan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Tapi muslimah cerdas nggak bakal dong terjebak dengan ide yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam ini. Sebab, bukannya menjadi mulia, feminisme justru membawa perempuan kepada keterpurukan yang makin parah dalam semua sendi kehidupan 
Trus, gimana dong supaya kamu, saya, dan kita semua bisa menjadi perempuan mulia dan hebat dunia-akhirat? Pasti dong ada langkah-langkah jitu untuk mencapainya. Ikuti terus yuk bahasannya.
Rabu, 06 Februari 2013 | By: Tuxedo Kamen

CERITA KUPU-KUPU

Seseorang menemukan kepompong seekor kupu. Suatu hari lubang kecil muncul. Dia duduk mengamati dalam beberapa jam calon kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu.

Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan.. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya. Dia mengambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu.

Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap-sayap mengkerut.

Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

Semuanya tak pernah terjadi.
Selasa, 05 Februari 2013 | By: Tuxedo Kamen

Allah Melihatmu

Khalifah Umar bin Khaththab adalah pemimpin yang sangat perhatian pada rakyatnya. Untuk itu ia tidak pernah malas dan tidak malu berkeliling Madinah setiap malam untuk mengetahui keadaan kaum muslimin. Suatu ketika, dari sebuah rumah ia mendengar percakapan seorang wanita pedagang susu dengan anak perempuannya. “Tidakkah kaucampur susu daganganmu dengan air? Subuh telah datang!” kata sang ibu. Anak gadisnya menjawab, “Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mukminin telah melarang mencampur susu dengan air?” Sang ibu menimpali, ”Orang-orang telah mencampurnya. Kau campur saja. Toh, Amirul Mukminin tidak akan tahu.” Sang gadis menjawab,” Jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya karena Dia telah melarangnya.”.
Sabtu, 02 Februari 2013 | By: Tuxedo Kamen

Upaya memahami fenomena “demokrat islamis”


Makalah Seminar di Fakultas Ushuluddin & Filsafat- UIN Syarif Hidayatullah, 28 Mei 2005.

Dr. Fahmi Amhar
Anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia
alumnus Vienna University of Technology, Austria

Abstrak

Kelompok “demokrat islamis” adalah kelompok muslim yang menerima sistem demokrasi sebatas prosedural pemilu, namun di satu sisi tetap memperjuangkan agenda syari'at Islam, bukan agenda sekuler.  Sebagian pihak khawatir bahwa kelompok di atas hanya akan memanfaatkan demokrasi untuk mewujudkan sistem otoriter atas nama agama.  Kekhawatiran ini tidak beralasan bilamana kita memahami trilogi kedaulatan.  Dalam demokrasi, trilogi itu ada dalam slogan “dari rakyat – oleh rakyat – untuk rakyat”.  Meski tampak indah, slogan ini dari awal sudah cacat, dan dalam realita oleh para kapitalis serakah telah diperalat, untuk memperbudak seluruh jagad.  Pada sistem khilafah, trilogi itu adalah “dari Allah – oleh rakyat – untuk rahmat seluruh alam”.  Maka tidak ada yang perlu khawatir atas fenomena “demokrat islamis”, kecuali musuh-musuh kemanusiaan.  Bila non muslim saja tak perlu khawatir akan termarjinalisasi, apalagi bila seseorang masih mengaku dirinya muslim.

Fenomena “demokrat islamis”

Fenomena “demokrat islamis” menurut survei PPIM UIN 2004 memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Diperkirakan ada sekitar 1 juta muslim yang terlibat dalam aktivitas islamisme.
- Meski berpartisipasi dalam proses demokrasi (pemilu) kelompok ini hanya “memanfaatkan” demokrasi sebagai ruang persaingan bebas bagi “kudeta Islamnya” – demokrasi hanya dimaknai sebatas pemilu(electoral democracy) sementara nilai-nilai sekulernya ditolak habis-habisan; demokrasi sebagai nilai hanya ada di lapisan elite muslim yang telah terbaratkan.

It’s about you and me. It’s all about Us.


Sahabat,
Mari sejenak kita bicara dari hati ke hati, dengan hati yang terbuka, dengan hati yang lapang, hati yang jauh dari syak wasangka.