Sabtu, 27 September 2014 | By: Tuxedo Kamen

Boleh kah hujjah Nabi Yusuf AS digunakan dalam demokrasi?

Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Alloh ‘Azza wa jalla, kami memuji-Nya, memohon ampun kepada-Nya. Dialah yang mencukupi dan Dialah sebaik-baik penjamin. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada pemimpin kami, suri tauladan bagi kami, yakni Rasululloh Shallallaahu’alaihi wasallam, keluarga beliau, para sahabat beliau, dan para pengikut beliau sampai hari kiamat.
 
“Bukankah Nabi Yusuf As menjabat sebagai seorang menteri pada seorang raja kafir yang tidak memutuskan perkara berdasarkan yang diturunkan Alloh? Kalau begitu kita boleh ikut serta dalam pemerintahan yang kafir (thaghut), bahkan masuk ke dalam majelis parlemen, dewan perwakilan rakyat, dan hal-hal yang semacam itu…”

Sesungguhnya berhujjah dengan syubhat ini, untuk masuk ke dalam parlemen perundang-undangan dan untuk membenarkannya, adalah hujjah yang batil dan rusak. Karena, parlemen kesyirikan ini tidak tegak di atas din Alloh ‘Azza wa jalla, namun ia tegak di atas din demokrasi, dimana yang mempunyai hak uluhiyyatut tasyri’ (sifat ketuhanan, berupa menetapkan hukum) dan menetapkan halal dan haramnya adalah rakyat, bukan Alloh ‘Azza wa jalla. Padahal Alloh Ta’ala telah berfirman:

“Dan barang siapa mencari din (agama) selain Islam maka tidak akan diterima amalnya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi “
(Q.S.Ali Imran:85)

Lalu, adakah orang yang berani berprasangka bahwa Nabi yusuf As mengikuti din selain din Islam atau mengikuti millah selain millah bapak-bapaknya yang bertauhid, atau dia bersumpah untuk menghormatinya? Atau, menetapkan syari’at berdasarkan dengannya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang terpedaya dengan parlemen?

Bagaimana mungkin, sedangkan pada saat lemah dan tertindas saja Nabi Yusuf As mengatakan dengan lantang seperti dalam firman Alloh Ta’ala :
 
“Sesungguhnya, aku telah tinggalkan millah sebuah kaum yang tidak beriman kepada Alloh dan mereka kafir terhadap akhirat. Dan aku mengikuti millah bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. Tidak sepatutnya kita menyekutukan Alloh dengan sesuatu “ (Q.S.Yusuf:37-38)

“ Wahai dua sahabatku dalam penjara, apakah rabb-rabb yang bermacam-macam itu lebih baik ataukah Alloh yang Maha Esa lagi Maha Kuasa untuk memaksa? Tidaklah yang kalian ibadahi selain Alloh itu, kecuali hanya nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian buat, yang Alloh tidak menurunkan keterangan tentangnya. Sesungguhnya, hukum itu hanyalah hak Alloh, Dia memerintahkan agar kalian tidak beribadah, kecuali kepada-Nya. Itulah din (agama) yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “ (Q.S.Yusuf:39-40)

Apakah mungkin Nabi Yusuf As mengatakannya, mengatakannya dengan terang-terangan, dan menyeru kepada mereka ketika dalam keadaan lemah dan tertindas, namun setelah berkuasa, dia menyembunyikan dan menentangnya..???!!!

Jawablah wahai ashhabul istish-lahat (para penyeru maslahat, yang sedikit-sedikit mengatakan, “ini untuk maslahat”)…!!!!

Dengan demikian, engkau dapat memahami bahwa berdalil dengan kisah Nabi Yusuf As untuk membenarkan parlemen, sama sekali tidaklah benar.

Bahwasanya orang yang menjabat sebagai menteri di semua Negara yang menjalankan pemerintahannya dengan selain hukum Alloh ‘Azza wa jalla, dia harus menghormati undang-undang buatan mereka dan harus ber-wala’ (loyal) serta setia kepada thaghut, padahal Alloh ‘Azza wa jalla telah perintahkan untuk mengufurinya:

“Mereka hendak berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintahkan untuk mengufurinya" (Q.S.An Nisa:60)

Bahkan, mereka harus bersumpah untuk melakukan kekafiran ini sebelum memangku jabatannya secara langsung, sama persis sebagaimana yang dilakukan oleh anggota parlemen.

Barang siapa menyangka bahwa Nabi Yusuf As yang shiddiq dan mulia, ibnul karim (anak seorang yang mulia, yaitu Nabi Ya’qub), ibnul karim (cucu seorang mulia, yaitu Nabi Ishaq) seperti itu, padahal Alloh telah memujinya dan berfirman tentang dirinya:
“Dan demikianlah supaya Kami menyelamatkan dia dari keburukan dan kekejian, sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba kami yang ikhlas"
(Q.S.Yusuf:24)

Maka, orang yang menyangka seperti itu adalah orang yang telah mengufuri Alloh Ta’ala. Dia telah berlepas diri dari millah Ibrahim. Nabi Yusuf As adalah termasuk hamba-hamba Alloh yang ikhlas, bahkan termasuk para pemuka orang-orang yang ikhlas berdasarkan nash Al Qur’an.

Sesungguhnya, seseorang yang menjabat sebagai menteri di dalam pemerintahan-pemerintahan baik dia bersumpah dengan janji yang tertera di dalam undang-undang atau tidak, dia harus menganut din yang terdapat di dalam undang-undang kafir buatan manusia dan tidak boleh keluar darinya atau menyelisihinya. Maka, tidak ada pilihan baginya, kecuali menjadi hamba yang setia dan pembantu yang taat bagi orang-orang yang membuat undang-undang itu, baik dalam kebenaran, kebatilan, kefasikan, kezhaliman, dan kekafiran.
 
Maka apakah Nabi Yusuf As yang shiddiq seperti itu?? Sehingga perbuatannya bisa dijadikan hujjah untuk membenarkan jabatan-jabatan kafir mereka?? Sesunggunya, orang yang memfitnah seorang Nabi Yusuf As yang merupakan anak dari seorang Nabi (yaitu Nabi Ya’qub), cucu dari seorang Nabi (yaitu Nabi Ishaq), dan cicit dari seorang Khalil (kekasih) Alloh (yaitu Nabi Ibrahim), dengan tuduhan seperti ini maka kami tidak meragukan lagi atasnya kekafiran dan kezindikan yang nyata. Ini karena Alloh Ta’ala telah berfirman:
 
“Dan sungguh telah kami utus pada tiap-tiap kaum seorang Rasul (yang menyeru); beribadahlah kalian kepada Alloh dan jauhilah thaghut!" (Q.S.An Nahl:36)

Inilah prinsip paling pokok dan kemaslahatan yang paling agung di jagat raya, bagi Nabi yusuf As dan bagi seluruh Rasul Alloh.

Maka, apakah masuk akal, seorang yang menyerukan prinsip tersebut saat lapang dan sempit, dan saat tertindas dan berkuasa, dia akan menentang prinsip tersebut kemudian menjadi golongan orang-orang musyrik?? Bagaimana mungkin, sedangkan Alloh telah menyebutkan bahwa Nabi yusuf As termasuk dari hamba-hambaNya yang ikhlas??

Sesungguhnya, Nabi Yusuf As menjabat sebagai menteri berdasarkan kekuasaan yang diberikan oleh Alloh ‘Azza wa Jalla. Seperti di dalam firman-Nya:
“Dan demikianlah, Kami jadikan Yusuf berkuasa di muka bumi" (Q.S.Yusuf:56)

Hal itu merupakan kekuasaan yang diberikan oleh Alloh Ta’ala. Sehingga, raja atau yang lainnya tidak bisa mengganggu atau memecat Nabi yusuf As dari jabatannya, meskipun Nabi Yusuf menyelisihi perintah, hukum, dan keputusan raja.
 
Lalu, apakah orang-orang hina yang menduduki jabatan hina disisi thaghut pada hari ini, yang sebenarnya jabatan mereka itu hanyalah permainan ditangan thaghut, ada kemiripannya dengan Nabi Yusuf As sehingga jabatan mereka dapat diqiyaskan dengan jabatan dan kekuasaan yang dimiliki Nabi Yusuf As??
 
Sesungguhnya, Nabi Yusuf As diberi jabatan sebagai menteri (secara kokoh, kebal) dengan sebenarnya dan dengan sempurna oleh raja pada waktu itu. Alloh Ta’ala telah berfirman:
“Maka ketika raja itu telah berbicara dengannya, raja itu mengatakan; sesungguhnya engkau pada hari ini mempunyai kedudukan yang kokoh dan terpercaya di sisi kami" (Q.S.Yusuf:54)

Sang raja pun memberinya kebebasan kepada Nabi Yusuf As untuk mengatur secara sempurna dan tidak dikurangi sedikit pun kekuasaannya sebagai menteri. Alloh Ta’ala telah berfirman:
“Dan demikianlah, Kami telah menjadikan Yusuf berkuasa di muka bumi, disana dia bisa bertempat dimana saja dia kehendaki" (Q.S.Yusuf:56)

“Maka tidak ada yang menentang Nabi yusuf As, meminta pertanggungjawaban kepadanya, atau mengawasi apa pun yang dia lakukan. Lalu, apakah keadaan seperti ini terwujud di dalam kementerian-kementerian thaghut hari ini?? Ataukah kekuasaan mereka itu hanya kekuasaan semu dan palsu, yang bisa hilang dan digulung dengan cepat jika para menteri itu bermain-main dengan “ekornya”, menunjukkan suatu penyelisihan, atau keluar dari ketetapan dan din sang raja?? Maka, bagi mereka, menteri tak lain hanyalah seorang pembantu dalam rangka menjalankan politik-politik sang penguasa. Dia melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan tidak mempunyai hak untuk menyelisihi satu perintah pun dari perintah-perintah raja, atau menyelisihi undang-undang buatan manusia, meskipun bertentangan dengan perintah dan din Alloh ‘Azza wa Jalla.

Barang siapa menyangka bahwa keadaan seperti ini mirip dengan keadaan dan kekuasaan yang dimiliki Nabi yusuf As maka dia telah membuat kebohongan yang besar, kafir kepada Alloh, dan mendustakan pujian Alloh ‘Azza wa Jalla kepada Nabi yusuf As.

Jika telah dipahami bahwa keadaan dan kedudukan Nabi yusuf As tidak dapat terwujud pada hari ini di dalam kementerian-kementerian thaghut berarti disini tidak ada sedikit pun sisi yang dapat diqiyaskan. Oleh hendak itu bertaubatlah orang-orang yang telah melecehkan Nabi Yusuf As dan yang telah mendustakan Alloh ‘Azza wa Jalla, banyak-banyaklah istighfar. Hanya Alloh ‘Azza wa Jalla tempat kita kembali.

Ya Alloh, bukankah telah ku sampaikan..? Ya Alloh, saksikanlah.

0 komentar:

Posting Komentar