Jumat, 15 Maret 2013 | By: Tuxedo Kamen

Kesalahan Sistem Ekonomi Kapitalis


Di sekolah-sekolah dan kampus-kampus di Indonesia saat ini diajarkan suatu ilmu ekonomi yang merujuk pada ilmu ekonomi kapitalis. Bagi Anda yang masih ingat pelajaran sekolah, tentu tidak asing dengan pelajaran tentang "kelangkaan ekonomi", atau "permasalahan ekonomi", dan sebagainya. Apa yang dipelajari itu ternyata dinilai salah dalam pandangan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani. Dinilai salah, karena tidak sesuai dengan kenyataan. 2 + 2 = 5 itu salah. Mengapa? Sebab, kenyataannya 2 + 2 = 4, bukannya 5. Jadi, sesuatu dikatakan salah jika bertentangan dengan realitas (kenyataan), dan sesuatu dinilai benar jika sesuai dengan realitas (kenyataan).

Saat ini orang selalu diajarkan bahwa permasalahan ekonomi adalah “kebutuhan manusia yang tidak terbatas, sedangkan alat untuk memenuhi kebutuhan manusia terbatas.” Paradigma iniah yang diajarkan di sekolah dan kampus-kampus sekuler. Tetapi, menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani paradigma ini salah. Kenapa dikatakan salah? Bukan itu permasalahan ekonomi yang sesungguhnya. Sebab, menurut beliau hal tersebut bertentangan dengan fakta di lapangan atau kenyataan sesungguhnya. 

Kesalahan yang pertama, yaitu karena bertentangan dengan fakta kebutuhan itu sendiri. Faktanya (kenyataannya) kebutuhan manusia itu terbatas, bukannya tidak terbatas. Yang tidak terbatas itu keinginan manusia, bukannya kebutuhan manusia. Hakikatnya, kebutuhan seorang manusia tetaplah terbatas. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi, selesailah sudah. Ini kebutuhan. Tetapi berbeda dengan keinginan. Sekali pun kebutuhan sudah terpenuhi, tetapi kalau sudah “ingin memiliki”, itu tidak ada batasnya lagi. Sebab keinginan manusia itu bisa ini dan itu; bisa yang di sini dan di sana. Bisa-bisa semua ingin dimiliki.

Contoh, kebutuhan manusia akan tempat tinggal. Jika manusia memang butuh tempat tinggal, ya selayaknya manusia berusaha agar memiliki tempat tinggal (yang layak tentunya). Cukup, berhenti sampai di sini saja. Tetapi kalau manusia sudah berpikir “bagaimana memiliki tempat tinggal yang besar”, itu bukan bicara soal kebutuhan lagi, tetapi keinginan. Keinginan ini belum akan berhenti sampai di sini. Sebab, sekali pun sudah memiliki rumah yang besar, tetapi itu bisa jadi belum cukup bagi manusia. Mungkin manusia ingin membuat rumah besarnya itu menjadi rumah yang besar dan mewah. Maka manusia pun pasti akan berusaha membuat rumahnya yang besar itu menjadi rumah yang mewah. Belum cukup sampai di situ saja. Bisa jadi, rumah yang besar dan mewah itu belum mencukupi keinginan manusia. Mungkin manusia ingin rumahnya yang besar dan mewah itu diubah menjadi sebuah istana. Begitu seterusnya, hingga entah sampai kapan keinginan manusia akan berhenti. Ini kesalahan yang pertama, yaitu bahwa ekonomi kapitalis yang diajarkan di sekolah dan kampus-kampus saat ini tidak bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan.

Kesalahan yang kedua, yaitu salah dalam memandang persoalan ekonomi. Dikiranya, sebab utama persoalan atau permasalahan ekonomi (seperti kemiskinan) adalah “keterbatasan alat pemuas kebutuan manusia”. Sehingga, ‘solusi’nya adalah melakukan produksi sebesar-besarnya berbagai alat pemenuh kebutuhan manusia tadi. Jadi, menurut kapitalisme, karena sarana pemenuhan kebutuhan manusia itu terbatas, maka harus diproduksi sebesar-besarnya. Ini salah. Kok bisa salah? Ya jelas salah. Sebab, kalau memang masalahnya adalah “bagaimana memproduksi barang sebesar-besarnya”, tentu persoalan ekonomi sudah selesai sejak dulu-dulu. Karena sejak dari dulu peningkatan produksi itu sudah dilakukan. Tapi kenyataannya, kemiskinan tidak pernah selesai, padahal peningkatan produksi terus-menerus dilakukan. Nah, di sinilah letak kesalahan kapitalisme itu. Jadi, bukan pada peningkatan produksi. Salah, kalau kita memandang seperti ini. Jika demikian, lantas kesalahan yang sebenarnya itu apa?

Kesalahannya adalah pada distribusi hasil produksi itu ke tengah-tengah masyarakat yang sarat (full) akan ketidakadilan. Jadi, problematika ekonomi yang sebenarnya adalah “bagaimana agar distribusi kekayaan di tengah masyarakat kepada individu; yaitu pendistribusian barang dan jasa kepada tiap anggota masyarakat.”

Maka, caranya adalah “bagaimana negara menjamin tiap-tiap individu di masyarakat itu mendapatkan sarana pemenuhan kebutuhan manusia itu.”

Solusi ini tidak mungkin diterapkan oleh negara yang mengadopsi ideologi kapitalis. Sebab, negara yang mengadopsi ideologi kapitalis, selalu mengukur apa pun berdasarkan “kondisi negara”. Misalnya, memandang persoalan kemiskinan itu sebagai persoalan “kemiskinan yang menimpa negara”. Padahal, masalahnya adalah pada “kemiskinan yang menimpa individu”, bukan “kemiskinan yang menimpa negara”. Sebab, sekali pun negara tersebut dikatakan “sejahtera”, tetapi tetap saja terdapat individu-individu yang tergolong miskin dan tidak dapat menikmati berbagai alat/sarana pemenuh kebutuhan manusia.

Jadi, inilah kesalahan kapitalisme yang diajarkan ke sekolah-sekolah. Bagi Anda yang menjadi pengajar ekonomi (baik guru atau dosen), wajib menyampaikan bantahan-bantahannya. Jika tidak, Anda termasuk yang menyuburkan kapitalisme.


0 komentar:

Posting Komentar