Minggu, 22 Maret 2015 | By: Tuxedo Kamen

Pembuktian Iman Berdasarkan Akal

Akal merupakan potensi yang telah diberikan oleh sang Pencipta sebagai modal dalam mengarungi kehidupan ini. Semua manusia diberikan akal ini untuk memahami dan mencerna segala macam persoalan atau masalah yang ada dalam kehidupan. Begitu pun dalam proses keimanan, penggunaan akal sebagai pijakan dalam memahami eksistensi sang Maha Pencipta menjadi sesuatu yang perlu. Sebab eksistensi Pencipta tak dapat diraba dengan menggunakan perasaan saja. Sebagian besar jumhur ulama berpendapat bahwa dalam beriman harus menggunakan akal dan pemikiran yang mendalam, hal ini untuk menghindari adanya taqlid dalam beriman kepada Tuhan.


Mungkin ada sebagian yang bertanya, “apakah mungkin akal yang terbatas ini bisa memecahkan masalah besar ini?” Beberapa poin dibawah ini akan menjelaskan tentang kemampuan akal dalam membuktikan eksistensi Tuhan, serta proses pencarian Tuhan secara logis.

Pembuktian adanya Tuhan
Keberadaan atau eksistensi pencipta telah menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk diperbincangkan, sebab hal tersebut merupakan hal mendasar yang menjadi fitrah manusia. Adanya fitrah ini telah menuntun manusia dalam proses pencarian sesuatu yang memiliki kekuatan yang lebih. Telah menjadi fitrah manusia pula bahwa manusia selalu membutuhkan keberadaan manusia lain. Sebab manusia tidak mungkin bisa hidup sendiri. Oleh karenanya manusia disebut sebagai makhluk sosial. Hal yang sama juga berlaku saat manusia merasa dalam kesulitan, mereka akan mencari sesuatu yang dapat menolongnya agar terlepas dari kesulitan tersebut.
Pada zaman dahulu, saat manusia melihat gejala alam seperti petir, secara fitrah mereka sadar bahwa ada kekuatan yang lebih dari mereka. Selain itu, mereka merasa bahwa keberadaan mereka di bumi ini sangat lemah serta bergantung kepada sesuatu yang besar dan dianggap memiliki kekuatan yang lebih dari mereka. Saat hujan turun deras dan petir menyambar keras memekakan telinga, mereka mencari tempat perlindungan di dalam gua. Mereka berpikir dengan berlindung di dalam gua akan menyelamatkan mereka dari petir.
Dalam keadaan seperti itu mereka mulai mencari siapa pemilik kekuatan itu. Saat mereka melihat matahari terang disiang hari, mereka menganggap matahari itulah yang memberikan kehidupan, sebab mereka sadar bahwa tanpa matahari mereka akan diliputi kegelapan.
Hal-hal seperti itulah yang telah mendorong manusia untuk mensucikan sesuatu yang mereka anggap memiliki kekuatan yang lebih. Keinginan untuk mensucikan itulah yang kemudian disebut gharizah at tadayyun (naluri mensucikan sesuatu/beragama). Dari gharizah ini kemudian timbul bentuk penyembahan kepada api, petir, matahari, pohon besar, gunung dan sebagainya. Berbagai macam aliran kepercayaan seperti animisme, dinamisme, monotheisme timbul sebagai akibat dari gharizah tersebut.
Semua manusia memiliki gharizah tersebut, sekalipun untuk seorang komunis yang tidak mengakui keberadaan Tuhan. Sebagai contoh, seorang komunis yang sedang timbul-tenggelam di laut lepas pada malam hari, ia melihat sekelilingnya gelap gulita. Sementara ia berada dalam kebingungan dan panik. Secara naluri pasti dia akan mencari sesuatu yang bisa menyelamatkan dirinya. Artinya apa? Dia mencari sesuatu yang memiliki kekuatan yang lebih dari dirinya untuk menolongnya. Manusia tidak bisa melawan fitrahnya itu.
Disadari atau tidak, kebutuhan manusia akan Tuhan akan semakin terasa. Terlebih saat manusia itu merasa tidak berdaya. Sebab, disaat itulah manusia benar-benar sadar bahwa dirinya bukanlah makhluk yang dapat melakukan segala hal. Disaat ketidak-berdayaan atas segala hal, manusia akan merintih dan meminta pertolongan. Saat itulah naluri untuk mekultuskan atau mengagungkan sesuatu naik dan membutuhkan penyaluran. Maka terjadilah penyembahan kepada sesuatu yang dianggap lebih oleh manusia itu. Entah matahari, api, petir dan sebagainya.
Dari proses penyembahan itulah manusia mulai percaya adanya Tuhan yang memiliki kekuatan lebih dari mereka. Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana membuktikan keberadaan Tuhan secara pasti dan logis? Seorang Arab Badui pernah ditanya, “Bagaimana kamu membuktikan adanya Tuhan?” lalu ia menjawab, “Adanya kotoran unta menunjukkan adanya unta itu”. Sangat sederhana sekali, dengan memperhatikan segala sesuatu yang ada di alam ini telah membuktikan keberadaan Tuhan.
Segala keajaiban yang ada di alam ini juga telah meruntuhkan teori evolusi Darwin yang mengatakan bahwa semua terjadi secara kebetulan. Paham ini jelas sangat mustahil. Sebagai contoh, semut yang berjalan beriringan selalu berada dalam barisan yang teratur dan tidak pernah menyimpang dari barisannya. Jika semut itu tercipta karena sebuah kebetulan belaka, tentu tidaklah mungkin mereka bisa “antri” sebab tidak ada yang mengajari mereka ilmu baris berbaris. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, siapakah yang mengilhami para semut itu untuk berbaris? Selain itu, jika diperhatikan secara seksama ternyata semut memiliki rasa kepedulian yang sangat tinggi terhadap temannya.
Dalam bukunya ”Selamat Datang di Dunia Semut” Harun Yahya dengan bahasa yang unik menjelaskan bahwa semut memiliki kerajaan sendiri yang tiap anggotanya sangat peduli dengan rekannya yang lain. Sebagai contoh, dalam kerajaan semut ada yang disebut dengan semut penjaga. Semut ini memiliki ukuran kepala yang besarnya sama dengan lubang tempat masuk kerajaan. Semut ini bertugas menjaga pintu masuk kerajaan dan menyeleksi tiap semut yang akan masuk ke dalam. Cara yang dilakukan pun sangat unik, yaitu dengan cara menyentuh tubuh semut yang akan masuk ke dalam dengan menggunakan antena yang ada di bagian kepalanya.
Jika tidak termasuk ke dalam anggota kerajaan maka semut itu dilarang masuk ke dalam. Jika semut tersebut ingin memaksa masuk, maka semut penjaga tidak segan-segan untuk mengusirnya dengan ”kekerasan”. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan kerajaan koloni mereka. Jika dikaitkan dengan teori evolusi yang menyebutkan semua terjadi secara kebetulan tentu sangat tidak masuk akal seekor semut bisa melakukan hal sedemikian rupa dan bertindak sebagaimana layaknya seorang punggawa istana.
Sebuah contoh lain adalah, terjadinya manusia. Bagaimana mungkin dari setetes air mani yang tumpah ke dalam rahim seorang wanita bisa menjadi sesosok makhluk yang indah, jika manusia terjadi secara kebetulan? Siapa yang memberikan petunjuk jalan kepada sperma untuk mencapai sel telur di rahim? Siapa yang memberikan kekuatan kepada satu sel sperma dari berjuta-juta sel sperma lain yang berjuang untuk membuahi sel telur? Fakta tersebut semakin meneguhkan keberadaan Tuhan yang Maha Pencipta. Akal manusia yang sehat tentu menolak paham yang menyatakan semua terjadi secara kebetulan.
Fenomena yang terjadi di alam semesta juga membuktikan dengan jelas keberadaan Tuhan. Jika manusia memperhatikan bagaimana planet berjalan secara teratur digaris edarnya masing-masing. Sangat teratur dan tidak ada yang melenceng dari jalurnya. Perputaran bumi mengelilingi matahari yang mengakibatkan terjadinya siang dan malam juga sangat teratur. Akal manusia tentu akan terkagum menyaksikan keteraturan tersebut, sebab alam tidak memiliki akal untuk berpikir. Seandainya alam memiliki akal untuk berpikir tentu tidak mengherankan mereka bisa teratur. Fakta ini sangat membuktikan bahwa alam tidak terjadi secara kebetulan.
Dengan adanya segala keajaiban yang terdapat di alam semesta ini, telah membuktikan bahwa semuanya tidak terjadi secara kebetulan. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini telah membuktikan secara pasti bahwa ada kekuatan yang menciptakannya. Ada baiknya, sekali waktu kita pandangi langit malam yang cerah. Bintang dan bulan yang terang bersinar indah. Apakah segala keindahan dan keteraturan alam semesta itu merupakan sesuatu yang terjadi secara kebetulan? Banyak sekali contoh dan keajaiban yang terdapat di alam yang membuktikan semua tidak terjadi secara kebetulan.
Ketika seseorang ingin menggapai eksistensi Tuhan maka ia harus berpikir tentang ciptaan-Nya. Sebab eksistensi Tuhan tidak dapat dicapai tanpa melihat dan memperhatikan ciptaan-Nya. Peran akal dalam berpikir dan memahami eksistensi Tuhan sangat diperlukan. Sebab jika eksistensi Tuhan dicapai hanya dengan perasaan saja, tentu akan terjadi kekeliruan dalam menyembah Tuhan itu sendiri. Hal inilah yang terjadi dizaman para Nabi dan Rasul, sebab mereka hanya menggunakan perasaan saja tanpa menggunakan akal mereka. Penyembahan mereka kepada berhala dan roh-roh leluhur adalah bukti bahwa mereka tidak menggunakan akal mereka untuk beriman, namun mereka hanya menggunakan perasaan mereka saja.
Mungkin ada yang bertanya, ”mengapa perasaan tidak boleh dijadikan satu-satunya dasar untuk beriman kepada Tuhan?” Hal ini dikarenakan perasaan mempunyai sifat selalu menambah-nambahkan dan berubah-rubah. Selain itu perasaan merupakan gabungan dari emosi yang penuh dengan imajinasi, prasangka-prasangka dan keragu-raguan. Hal inilah yang menyebabkan perasaan tidak boleh dijadikan dasar dalam beriman kepada Tuhan. Sebagai contoh, ada paham yang meyakini bahwa melalui ruh orang yang sudah meninggal dapat menyampaikan doa seseorang kepada Tuhan. Mereka mengira bahwa orang yang sudah tiada itu lebih dekat kepada Tuhan, yang mengakibatkan mereka memberikan sesajen dan membawa makanan ke kuburan dengan harapan orang yang sudah meninggal itu dapat memakannya dan menyampaikan doa orang yang memberi tersebut kepada Tuhan. Hal ini tentu sangat ironis sekali, terlebih dizaman modern saat ini. Oleh sebab itulah, perasaan tidak dapat dijadikan satu-satunya dasar dalam beriman kepada Tuhan.
Eksistensi Tuhan tidak bisa dicerna hanya dengan menggunakan perasaan saja. Adapun cara berpikir yang sebaiknya dilakukan oleh seorang yang ingin menggapai eksistensi Tuhan bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah dengan cara memperhatikan alam sekitar dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Sebagai contoh, saat melihat bulan yang terang di malam hari tentu akan terlintas dalam benak pikiran tentang keindahan bulan itu. Cahayanya yang lembut seolah memberikan ketenangan bagi yang memandangnya.
Tentu sangat logis bulan muncul dimalam hari, sebab cahayanya yang lembut itu memberikan ketenangan saat beristirahat. Contoh lainnya adalah, perputaran planet yang mengelilingi matahari. Planet-planet tersebut berputar secara teratur tanpa melenceng dari garis edarnya, seolah semuanya telah mendapat perintah untuk berjalan sesuai di jalurnya masing-masing. Jika dipikirkan secara mendalam tentu semua itu tak mungkin terjadi secara kebetulan dan pasti ada kekuatan yang memerintahkan mereka untuk berjalan seperti itu.
Setelah terbukti bahwa dengan memperhatikan alam sekitar Tuhan itu ada, proses selanjutnya adalah berpikir lebih mendalam. Apakah Tuhan itu banyak? Atau satu? Apakah Tuhan mampu menciptakan diri-Nya sendiri? Apakah Tuhan itu berkeluarga seperti halnya manusia? Apakah Tuhan itu gabungan dari beberapa Tuhan lain? Apakah Tuhan butuh perantara? Mengapa Dia layak disebut Tuhan? Pertanyaan tersebut mungkin akan muncul, saat mencari eksistensi Tuhan.
Sebelumnya perlu dipahami bahwa, potensi manusia yang berupa akal hanya mampu menjangkau tiga unsur yaitu, manusia, alam semesta, dan hidup. Ketiga unsur tersebut memiliki sifat lemah, terbatas, kurang dan saling membutuhkan. Manusia contohnya, ia memiliki sifat terbatas dan suatu saat akan hilang dan digantikan dengan manusia lainnya. Hal ini membuktikan bahwa manusia bersifat tidak abadi. Sama halnya dengan hidup. Jika diperhatikan hidup akan berakhir pada satu individu saja, hal tersebut membuktikan bahwa hidup juga bersifat terbatas. Sebagai contoh, jika diperhatikan saat manusia lahir berarti ia telah memiliki hidup dan hidup itu akan ia miliki sampai batas waktu tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu, manusia akan tumbuh dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan tua yang kemudian ia akan meninggal. Hal ini membuktikan bahwa hidup selalu berakhir dan bersifat terbatas. Hal yang sama berlaku pada segala sesuatu yang memiliki hidup.
Demikian pula dengan alam. Alam semesta merupakan kumpulan dari benda-benda terbatas seperti planet, matahari, bintang, bulan. Oleh sebab alam merupakan kumpulan dari benda-benda terbatas, maka alam juga bersifat terbatas. Sebagai contoh, materi-materi yang terdapat pada alam memiliki batas waktu tertentu sekalipun ia tidak memiliki hidup. Matahari merupakan contoh yang paling nyata. Matahari terdiri dari kumpulan bermacam-macam gas, kumpulan gas ini suatu saat akan habis dan itulah yang disebut dengan kiamat.
Keterbatasan segala sesuatu yang ada di alam semesta itu tentu menimbulkan pertanyaan, “Siapakah yang bersifat tidak terbatas itu?” sebelumnya telah dijelaskan diatas bahwa segala sesuatu tidak terjadi secara kebetulan. Dengan kata lain ada yang menciptakan alam semesta ini. “Siapakah Dia?” Dia adalah Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu yang bersifat terbatas tersebut.
Dalam kaitannya membuktikan eksistensi Tuhan secara logis, setidaknya terdapat tiga kemungkinan yang bisa menjelaskan tentang eksistensi-Nya. Ketiga kemungkinan tersebut adalah, Tuhan menciptakan dirinya sendiri, Tuhan diciptakan oleh yang lain dan Tuhan bersifat azali atau wajibul wujud.
Kemungkinan pertama yang menyatakan Tuhan menciptakan diri-Nya sendiri adalah sesuatu yang mustahil. Sebab itu berarti, Dia bersifat makhluk sekaligus Tuhan, itu juga berarti Dia bersifat terbatas sekaligus tidak terbatas, hal ini jelas tidak mungkin.
Kemungkinan kedua yang mengatakan Dia diciptakan oleh yang lain, juga sesuatu yang mustahil dan tidak dapat diterima oleh akal. Sebab, jika Dia diciptakan oleh yang lain berarti Dia bersifat terbatas dan Dia bergantung pada yang menciptakannya. Artinya Dia adalah makhluk dan makhluk itu bersifat terbatas, hal ini jelas bukan syarat menjadi Tuhan.
Setelah kedua kemungkinan tersebut tidak mampu menjawab eksistensi dan kebenaran Tuhan, maka pernyataan terakhirlah yang bisa diterima yaitu Tuhan bersifat wajibul wujud. Sebab Tuhan adalah Dia yang bersifat absolut (mutlak) dan menguasai segalanya tanpa bergantung kepada apa pun. Maksud dari wajibul wujud adalah menolak dari semua sifat ketidakpastian pada segala sesuatu yang ada dialam semesta ini. Keberadaan Tuhan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan terikat atau membutuhkan segala sesuatu yang lain. Selain itu, Tuhan bukanlah makhluk yang baru ada setelah diciptakan, tetapi Dia adalah bersifat azali (tidak berawal dan berakhir). Dengan mengetahui dan memahami tentang jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa Allah SWT adalah Tuhan tersebut dan bukan yang lain.
Perlu diperhatikan bahwa, jangan pernah sekali-kali membayangkan wujud Allah itu. Sebab hal tersebut akan membawa kepada kemusyrikan. Selain itu akal tidak akan pernah mampu menjangkau wujud Dzat Allah itu. Telah dijelaskan di atas bahwa akal itu hanya dapat menjangkau segala hal yang dapat diinderanya. Diluar itu akal tidak akan bisa menjangkaunya.
Oleh karena Dzat Allah bersifat ghaib, akal manusia tidak akan bisa membayangkan wujud Allah. Jika dikatakan Allah duduk di atas ‘Arsy yang agung, jangan pernah membayangkan duduknya Allah itu sama seperti manusia duduk di kursi. Sekali lagi, akal manusia tidak akan pernah bisa menjangkau wujud Allah swt.
Mungkin ada yang bertanya, “bagaimana mungkin orang dapat beriman kepada Allah swt, sedang akalnya sendiri tidak mampu memahami Dzat Allah swt?” pada hakekatnya iman itu adalah percaya terhadap wujud Allah swt, sedangkan wujud-Nya dapat diketahui melalui makhluk-makhluk-Nya, yaitu alam semesta, manusia, dan hidup.
Telah dijelaskan di atas bahwa akal manusia hanya mampu menjangkau tiga unsur tersebut. Diluar itu, akal manusia tidak akan bisa menjangkaunya, sedangkan hakekat Dzat Allah berada diluar ketiga unsur tersebut. Oleh karena itu, usaha untuk memahami hakekat Dzat Allah mustahil untuk dilakukan. Akal tidak akan mungkin memahami hakekat yang ada diluar batas kemampuannya, karena perannya sangat terbatas. Keterbatasan itu, seharusnya menjadi faktor penguat iman, dan bukan menjadi penyebab keragu-raguan atau kebimbangan.
Dalam proses berpikir mencari eksistensi Tuhan dan membuktikan bahwa hanya Allah Tuhan yang patut disembah, harus memenuhi tiga hal berikut ini:

1. Sesuai dengan fitrah manusia
Keberadaan Tuhan sebagai pencipta haruslah sesuai dengan fitrah manusia. Sesuai dengan fitrah ini maksudnya adalah, memuaskan akal dan perasaan hati. Dengan kata lain, akal dan perasaan hati menjadi yakin serta terpuaskan dan tidak bertanya-tanya lagi tentang eksistensi-Nya. Sebab, bagaimana mungkin mengimani sesuatu yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sebagai contoh, beriman kepada selain-Nya seperti pada api, patung, matahari, pohon besar dsb.
Adapun makna fitrah adalah, sesuai dengan fakta penciptaan apa adanya. Sebagai contoh, manusia fitrahnya tidak dapat terbang tanpa alat, berjalan di air dan sebagainya. Sebab itu adalah fakta penciptaan yang telah diciptakan oleh Allah apa adanya pada manusia.

2. Memuaskan akal
Pencarian Dzat Allah sebagai Tuhan haruslah memuaskan akal. Memuaskan akal dalam artian, akal tidak mencari-cari lagi eksistensi Allah sebagai Tuhan. Sebab akal sudah cukup untuk membuktikan keberadaan Pencipta itu dengan mengamati dan berpikir tentang benda-benda ciptaan-Nya. Sebab melalui proses berpikir itulah akal telah menemukan jawaban atas segala pertanyaan yang timbul sebagaimana telah di jelaskan diatas.

3. Menenangkan hati/jiwa
Maksud dari hal ini adalah, hati dan pikiran tidak memiliki keraguan sedikitpun tentang Tuhan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada kontradiksi dalam hatinya tentang ke Maha Kuasaan Allah. Ketika turun kitab Al Quran sebagai pedoman hidup, maka ia meyakininya sepenuh hati tanpa ada keraguan sedikitpun tentangnya. Dengan begitu hati dan pikiran menjadi tenang dan tidak ada rasa keraguan atau ke khawatiran sedikitpun tentang hal yang diyakininya.
Jika proses keimanan terhadap Allah swt telah dicapai melalui proses berpikir secara mendalam, secara otomatis kesadaran terhadap adanya Allah swt sebagai Tuhan menjadi sempurna. Begitu pun dengan perasaan yang telah yakin bahwa Tuhan itu ada dan dikaitkan dengan akal yang telah berpikir secara mendalam, hal tersebut tentu akan sampai pada tingkat yang sangat meyakinkan bahwa Tuhan itu adalah Allah swt dan bukan yang lain.

Wallahu 'Alam

0 komentar:

Posting Komentar