Shalahuddin
Al Ayyubi atau
juga dipanggil Saladin atau Salah ad-Din (Dalam Bahasa Arab: صلاح الدين
الأيوبي, dalam bahasa Kurdi: صلاح الدین ایوبی) (Sholahhuuddin al ayyubi)
(c. 1138 - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari
Tikrit (daerah utara Irak saat ini).
Beliau
mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah
Hejaz dan Diyar Bakr. Shalahuddin Al Ayyubi terkenal di dunia Muslim dan
Kristen karena kepemimpinannya, kekuatan militer, sifat-sifatnya yang ksatria
dan pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib.
Sultan Shalahuddin
Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia memberikan catatan kaki dan
berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu Dawud.
Pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M) Jerussalam dapat
dikuasai oleh kaum muslimin dalam suatu penyerahan kuasa secara damai. Sayidina
Umar sendiri datang ke Jerussalem untuk menerima penyerahan kota Suci itu atas
desakan dan persetujuan Uskup Agung Sophronius.
Berabad abad
lamanya kota itu berada di bawah kepengurusan Islam, tapi penduduknya bebas
memeluk agama dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masing tanpa ada
gangguan. Orang-orang Kristian dari seluruh dunia juga bebas datang untuk
mengerjakan haji di kota Suci itu dan mengerjakan upacara keagamaannya.
Orang-orang
Kristian dari Eropa datang mengerjakan haji dalam jumlah rombongan yang besar
dengan membawa obor dan pedang seperti tentara. Sebagian dari mereka
mempermainkan pedang dengan dikelilingi pasukan gendang dan seruling dan diiringi
pula oleh pasukan bersenjata lengkap.
Sebelum
Jerussalem dibawah kepengurusan Kerajaan Seljuk pada tahun 1070, upacara
seperti itu dibiarkan saja oleh umat Islam, karena dasar toleransi agama.
Setelah Kerajaan Seljuk memerintah, upacara seperti itu dilarang dengan alasan
keselamatan. Mungkin karena upacara tersebut semakin berbahaya. Lebih-lebih
lagi kumpulan-kumpulan yang mengambil bagian dalam upacara itu sering
menyebabkan kegaduhan dan huru-hara.
Disebutkan
bahwa pada tahun 1064 ketua Uskup memimpin pasukan sebanyak 7000 orang jemaah
haji yang terdiri dari kumpulan Baron-baron dan para pahlawan telah menyerang
orang-orang Arab dan orang-orang Turki.
Tindakan
Seljuk itu menjadi salah anggapan oleh orang-orang Eropa. Pemimpin-pemimpin
agama mereka menganggap bahwa kebebasan agamanya diganggu oleh orang-orang
Islam dan menyeru agar Tanah Suci itu dibebaskan dari genggaman umat
Islam.
Patriach
Ermite (Peter
The Hermit) adalah salah seorang paderi yang paling lantang membangkitkan
kemarahan umat Kristian. Dalam usahanya untuk menarik simpati umat Kristian,
Ermite telah berkeliling Eropa dengan mengendarai seekor keledai sambil memikul
kayu Salib besar, berkaki ayam dan berpakaian compang camping. Dia berpidato di
hadapan khalayak ramai, di dalam gereja, di jalan-jalan raya atau di
pasar-pasar.
Katanya, dia
melihat penghinaan kesucian ke atas kubur Nabi Isa oleh Kerajaan Turki Seljuk.
Diceritakan bahwa jemaah haji Kristian telah dihina, dizalimi dan dinista oleh
orang-orang Islam di Jerussalem. Bersamaan dengan itu, dia menghasut orang
ramai agar bangkit untuk berperang demi membebaskan Jerussalem dari tangan
orang Islam dan hasutan Ermite berhasil.
Keluarlah
fatwa Paus Urbanus II (Pope Urban 2) yang mengumumkan ampunan
seluruh dosa bagi yang bersedia dengan suka rela mengikuti Perang Suci itu, sekalipun
sebelumnya dia merupakan seorang perompak, pembunuh, pencuri dan
sebagainya.
Maka
keluarlah ribuan umat Kristian untuk mengikuti perang dengan memikul senjata
untuk ikut perang Suci. Mereka yang ingin mengikuti perang ini diperintahkan
agar meletakkan tanda Salib di badannya, oleh karena itulah perang ini disebut
Perang Salib.
Paus Urbanus
menetapkan 15 agustus 1095 bagi pemberangkatan tentara Salib menuju Timur
Tengah, tapi kalangan awam sudah tidak sabar menunggu lebih lama lagi setelah
dijanjikan dengan berbagai kebebasan, kemewahan dan berlimpahnya makanan.
Mereka
mendesak Paderi Patriach Ermite agar berangkat memimpin mereka. Maka
Ermite pun berangkat dengan 60,000 orang pasukan, kemudian disusul oleh kaum
tani dari Jerman seramai 20.000, datang lagi 200,000 orang menjadikan jumlah
keseluruhannya 300,000 orang lelaki dan perempuan. Sepanjang perjalanan, mereka
di izinkan merompak, memperkosa, berzina dan mabuk-mabuk. Setiap penduduk
negeri yang dilaluinya, selalu mengalu-alukan dan memberikan bantuan
seperlunya.
Akan tetapi
sesampainya di Hongaria dan Bulgaria, sambutan sangat dingin, menyebabkan
pasukan Salib yang sudah kekurangan makanan ini marah dan merampas harta benda
penduduk. Penduduk di dua negeri ini tidak tinggal diam. Walau pun mereka
sama-sama beragama Kristian, mereka tidak senang dan menuntut balas.
Terjadilah
pertempuran sengit dan pembunuhan yang mengerikan. Dari 300,000 orang pasukan
Salib itu hanya 7000 saja yang selamat sampai di Semenanjung Thracia di bawah
pimpinan sang Rahib.
Ketika
pasukan Salib itu telah mendarat di pantai Asia kecil, pasukan kaum Muslimin
yang di pimpin oleh Sultan Kalij Arselan telah menyambutnya dengan ayunan
pedang. Maka terjadilah pertempuran sengit antara kaum Salib dengan pasukan
Islam yang berakhir dengan hancur binasanya seluruh pasukan Salib itu.
Setelah kaum
itu musnah sama sekali, muncullah pasukan Salib yang dipimpin oleh anak-anak
Raja Godfrey dari Lorraine Perancis, Bohemund dari Normandy dan Raymond dari
Toulouse. Mereka berkumpul di Konstantinopel dengan kekuatan 150,000 laskar,
kemudian menyeberang selat Bosfur dan menyerbu Islam bagaikan air bah. Pasukan
kaum Muslimin yang hanya berkekuatan 50,000 orang bertahan mati-matian di bawah
pimpinan Sultan Kalij Arselan.
Satu persatu
kota dan Benteng kaum Muslimin jatuh ke tangan kaum Salib, memaksa Kalij
Arselan berundur dari satu benteng ke benteng yang lain sambil menyusun
kekuatan dan taktik baru. Bala bantuan kaum Salib datang bergelombang-gelombang
dari negara-negara Eropa. Sedangkan Kalij Arselan tidak dapat mengharapkan
bantuan dari wilayah-wilayah Islam yang lain, karena mereka sibuk dengan
kemelut dalam negeri masing-masing.
(Bersambung ke Part 2)
0 komentar:
Posting Komentar