Selasa, 04 Februari 2014 | By: Tuxedo Kamen

Demokrasi VS Khilafah ”Mencari Sebuah Sistem Politik Ideal”

Dewasa ini, kata demokrasi merupakan kata yg akrab dgn telinga kita. Hampir Seluruh negara di dunia mengklaim diri sebgai sebuah negara yg demokratis. Apa sebenarnya demokrasi itu? Benarkah demokrasi merupakan suatu sistem yang ideal utk diterapkan dalam politik sebuah negara? Tidak adakah sistem lain yg lebih baik dan lebih ideal dari sistem demokrasi?

Ketika masih di bangku sekolah,tentu kata demokrasi sangat akrab dgn kita. Di sekolah,kita selalu di ajarkan bahwa ada beberapa sistem politik di dunia, diantaranya yg pernah kita pelajari adalah teokrasi, otokrasi, demokrasi dsb. Tapi pernahkah kita mengetahui tentang sistem khilafah?. Sistem khilafah merupakan sebuah sistem politik dan kekuasaan yg b’sumber dari ajaran islam. Secara umum, Sistem Khilafah dapat di jelaskan dengan sebuah sistem yg dijalankan oleh sebuah negara b’dasarkan tuntunan dari Allah swt yg b’sumber dari Al-qur’an dan Sunnah.



Terlepas dari pro-kontra kewajiban b’dirinya khilafah oleh umat islam, sistem khilafah setidaknya merupakan sebuah pilihan politik yg layak diterapkan dalam sistem politik negara ini, mengingat beberapa kelemahan sistem demokrasi yg dianut oleh negara kita saat ini.

Amerika serikat yg mengklaim diri sbgai negara paling demokratis di dunia, saat ini sedang menghadapi terpaan badai krisis ekonomi yg m’buat instabilitas politik dalam negeri mereka, terlebih dgn amerika melaksanakan suksesi kepresidenan. Dengan kondisi dmikian, maka konsep sistem demokrasi perlu kita tinjau ulang utk mengatakannya sebagai sebuah sistem yg ideal.

Demokrasi menyebabkan Instabilitas Politik Dalam Negeri (1)

Salah satu kecacatan demokrasi adalah sebagaimana judul tulisan ini. Parlemen(DPR) di indonesia memiliki kedudukan relatif kuat sbg lembaga legislasi pembuat undang-undang, shg dngan keadaan dmikian, sering t’jadi penolakan parlemen thd nota anggaran dan laporan p’tanggunjawban presiden. Bahkan parlemen dpt mengajukan mosi tak percaya thd presiden ataupun memberi pendapat dan pertimbangan utk pemberhentian presiden. Jika presiden tdk punya kekuatan politik di parlemen, tentu akan menyebabkan pemerintahan tak stabil dan dapat terjadi impeachment thd presiden. Inilah konsekwensi demokrasi yg melaksanakan kedaulatan rakyat, shg wakil rakyat di parlemen dpt mengklaim bahwa mereka adalah representasi rakyat yg tak ingin presiden utk terus melanjutkan pengabdianya.

Dalam Sistem Khilafah, kedaulatan mutlak adalah milik Tuhan Allah SWT, bukan milik rakyat. Sehingga dalam sistem ini perwakilan rakyat tak dapat melakukan impeachment thd khalifah, karena khalifah melakukan tugasnya berdasarkan tuntutan syari’ah dan bukan atas kehendak rakyat. Sehingga wakil rakyat tak dapat mengatasnamakan rakyat utk menjegal khalifah. Khalifah hanya dpt diturunkan jika melanggar aturan syari’ah, bukan karena ketidaksenangan rakyat kepada khalifah tsb. Dengan sistem seperti ini Stabilitas politik lebih terjamin dan fokus utk mensejahterakan rakyat akan lebih terarah.

Perbedaan mendasar demokrasi dan khilafah adalah pada subjek pemegang kedaulatan. Dalam demokrasi pemegang kedaulatan dan kekuasaan ada di tangan rakyat, shg hal ini banyak menyebabkan konflik kepentingan yg bersifat politis. Sedangkan dalam Khilafah, pemegang kedaulatan penuh ada pada ALLAH dan utk melaksanakannya diperlukan kekuasaan. Dan kekuasaan itu di berikan kepada manusia utk mengawal hukum-hukum syari’ah yg telah di tetapkan ALLAH Swt. shg tak menyebabkan konflik kepentingan.

Demokrasi yang (Cenderung) Liberal (2)

Penyebab kedua, mengapa kita layak meninjau ulang sistem demokrasi,adalah karena sifatnya yg liberal yg notabene tdk sesuai dgn karakter dan kepribadian kita bangsa Indonesia. Di dunia barat., demokrasi berkembang dalam tradisi masyarakat yg liberal.Oleh karena itu,karakter demokrasi cenderung mengikuti karakter tempat asalnya yg liberal. Dalam demokrasi yg liberal,individu diberi kebebasan yg sangat luas utk menentukan nasibnya sendiri,bahkan kadang-kadang sampai diatas kepentingan umum.

Dengan keadaan demikian,maka eksistensi ekonomi kapitalisme & free fight liberalism ialah hal yg wajar.Maka tidak heran jika ikon demokrasi dunia saat ini,Amerika Serikat mengalami guncangan krisis finansial akibat sistem kapitalisme yg diturunkan dari prinsip nilai demokrasi ini.Kini Kapitalisme menunggu saat yg menentukan akan keberlangsungannya.

Di antara hal yg menyebabkanya ialah:

1.Kapitalisme menyebabkan disparitas finansial.Di AS,13000 keluarga kaya memiliki pendapatan yg sama dgn pendapatan 20juta orang penduduk t’miskin.Di Indonesia,puluhan juta orang b’penghasilan kurang dari USD 1 (Rp.10000).Sementara diluar sana sbagian orang ada yg menghabiskan ratusan ribu bahkan jutaan rupiah hanya utk skedar sarapan pagi ataupun coffe morning. Imagine it..!, ini adalah Masalah saudaraku. .

2.Kapitalisme adalah sistem yg hanya dpt b’tahan lewat eksploitasi dunia ketiga.Invasi ke Afgan,Iraq,&palestin merupakan bukti eksploitasi oleh AS yg b’kedok kemanusiaan.

3.Kapitalisme merupakan sistem Diskriminatif.Monopoli perekonomian hanya dikuasai oleh sebagian kecil kalangan atas yg b’modal besar & dekat dgn pusat kekuasaan.

4.Kapitalisme menyebabkan keserakahan & sifat matrealistis.Perhatikan saja slogannya,”To produce,to produce & to produce.

5.Kapitalisme menciptakan pola hidup yg konsumtif.
Dengan pemaparan akibat-akibat yg ditimbulkan oleh sistem kapitalisme yg notabene berakar dari nilai-nilai demokrasi, apakah kita masih layak berbangga-bangga dgn kata demokrasi yg tidak lain merupakan sistem barat yg tidak sesuai dgn kepribadian bangsa kita?.Keadaan ini pula yg menyebabkan sistem demokrasi sbgai sumber tata nilai kehidupan berbangsa & bernegara kita, patut utk di pertanyakan..??

Demokrasi :: Sistem Suara Mayoritas (Voting) yang tidak Efektif (3) 

Dalam sistem demokrasi, Kedaulatan berada di tangan rakyat. Ini berarti bahwa rakyat merupakan sumber hukum dan sumber keputusan. Semua Produk hukum di ambil berdasarkan suara mayoritas rakyat (melalui wakilnya di Parlemen).

Demokrasi meniscayakan apapun dapat terjadi. Anda bisa membayangkan, jika rakyat dengan suara mayoritasnya bisa menetapkan hukum, maka ketika mayoritas rakyat tersebut adalah kaum homoseksual yang menginginkan di halalkan atau di bolehkannya homoseksualitas, maka hal tsbut dapat di kabulkan. Padahal telah nyata bahwa hal tsbut bertentangan dengan hukum syari’ah agama. Ingat..! Hukum Syari’ah agama mesti di atas hukum manusia. Ketika keduanya bertentangan, maka hukum manusialah yg harus di hapuskan, bukan hukum agama yg ‘ikut’ hukum buatan manusia.

Hal seperti inilah yang menyebabkan masyarakat kehilangan standar nilai dan norma.
Sekali lagi Saya katakan bahwa inilah kelemahan terbesar dari sistem demokrasi. Yaitu manusia dengan segala keterbatasannya di tuntut untuk mengurus dirinya sendiri.

Demokrasi berbeda dengan Khilafah yang menjadikan Suara Tuntunan Tuhan melalui kitabNya yang Paripurna Al-Qur’an yang terbebas dari kecacatan dan keterbatasan
sebagai satu-satunya sumber hukum dan As-sunnah serta ijtihad sebagai pendampingnya.

Demokrasi Bukanlah Representasi Perwakilan Rakyat(4)



Dalam Prakteknya, Demokrasi Perwakilan dengan Manifestasi Rakyat di Parlemen tidaklah merepresentasikan suara ataupun aspirasi rakyat sesungguhnya.
Di beberapa Negara termasuk Indonesia, Wakil Rakyat yang duduk di Parlemen lebih mengindahkan suara Partainya daripada suara konstituen, tempat dimana Ia di percaya. Wakil Rakyat yang tidak patuh terhadap kebijakan partai melalui mekanisme rapat di tingkat Fraksi, akan mengalami ancaman Pergantian Antar Waktu (PAW) atau Re-Call atau bahasa kasarnya adalah di pecat dari jabatan Sebagai Wakil Rakyat atas permintaan Partai. Lalu dimana peran Rakyat..??

Kondisi semacam ini, menguatkan argumen bahwa Para anggota dewan yang terhormat itu bukanlah Wakil Rakyat, akan tetapi Wakil Partai.

Kalaupun tidak di recall, setidaknya anggota dewan yang tidak mengikuti kebijakan Fraksi partai tersebut, bisa secara perlahan akan di singkirkan dari partai. Yuddy Chrisnandy adalah Contoh betapa Partai Golkar di Indonesia mencoba menyingkirkannya dari Partai berlambang pohon beringin tersebut, karena tidak patuh terhadap mekanisme partai. Yuddy ketika itu menyetujui hak interpelasi DPR terhadap kasus Nuklir Iran, padahal Partainya, yaitu Golkar telah menetapkan tidak ada interpelasi, karena Golkar merupakan salah satu partai Pemerintah, yang mendukung penuh kebijakan pemerintah.
Lalu, dimanakah katanya bahwa demokrasi itu ”dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat”..?? Padahal rakyat hanya terlibat semu dalam proses pemilihan yang sama sekali tidak merepresentasikan kehendak rakyat.

Dalam Sistem Khilafah Islam, aturan yang di jalankan adalah Syariat yang berasal dari Allah Swt, sehingga keberadaan Dewan Perwakilan tidak berfungsi sebagai pembuat hukum/aturan (legislator), tetapi hanya berfungsi mengawasi jalannya peraturan tersebut. Karena tidak adanya Kewenangan membuat hukum atau aturan, maka tidak di khawatirkan terjadinya Konspirasi ataupun konflik kepentingan dalam penetapan hukum ataupun aturan seperti yang terjadi dalam sistem Demokrasi.

Wallahu 'Alam

0 komentar:

Posting Komentar