Senin, 21 Januari 2013 | By: Tuxedo Kamen

Mau pinter? Wani Piro??

Mau pinter koq mahal?

Well at least that's what I have in mind right now, dahulu kala when I was still young untuk masuk sekolah dipungut biaya paling tinggi sebesar kurang lebih Rp.3 juta dan itu pun sudah termasuk tinggi untuk masuk sekolah swasta di daerah Jak-Tim dan itupun dengan fasilitas sekolah yang lumayan "pas" :)
Maksudnya pas mau kabur ada celah, pas mau mojok ngerokok bareng temen2 ada tempatnya, pas mau mojok berduaan ama pacar ada tempatnya, hehehee... 

But what ever lah, baru-baru ini sekolah RSBI alias Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional  digugat oleh Koalisi Pendidikan ke MK yang mengakibatkan RSBI itu ditutup. Bukan tanpa sebab, RSBI yang mewah dengan segala fasilitas lengkap itu menurut saya memang seharusnya ditutup, kenapa?  sebab sekolah itu khusus untuk kalangan borjuis alias berduit alias orang-orang kaya saja. Kenapa? Seorang orangtua murid mengeluhkan kalau dia harus membayar sekitar Rp.8 juta untuk uang pangkal dan untuk iuran bulanan sebesar Rp.800 ribu. Padahal menurut dia Pemda DKI sudah menggratiskan biaya sekolah hingga tingkat SMP (http://www.tempo.co/read/news/2013/01/14/079454270/RSBI-Patok-Uang-Pangkal-Secara-Sepihak) Disebutkan pula bahwa untuk uang seragam sebesar Rp.900 ribu (http://www.tribunnews.com/2013/01/10/masuk-sekolah-rsbi-di-surabaya-rp-0-tapi-harga-seragam-rp-900-ribu).

Tentu saja hal itu menjadi masalah untuk orang-orang dengan tingkah ekonomi menengah kebawah, mungkin untuk para pejabat Rp.8 juta cuma uang recehan tapi bagi orang-orang dengan tingkat ekonomi menengah kebawah seperti saya ini adalah sesuatu yang luar biasa besar. Terlebih lagi beban hidup untuk sekedar makan sehari-hari cukup mencekik. 

Terlebih lagi, dengan biaya pendidikan yang luar biasa itu apakah bisa menghasilkan Sumber Daya Manusia yang memang benar-benar berkualitas? Mari kita coba telaah dan pahami faktanya berikut ini: 

1. 
Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya   angka putus sekolah    menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education    Development Index. Sementara, laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah di Indonesia. Namun faktor paling umum yang dijumpai adalah tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan dasar.  Data pendidikan tahun 2010 menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah.

2. 
Menurut Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69
Berdasarkan data, perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang    lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi    hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34).

3.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata bahwa, sedikitnya, sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat tawuran di wilayah Jabodetabek sejak 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Ada 12 pelajar yang meninggal dunia. Sementara data dari Komnas Anak, jumlah tawuran pelajar sudah memperlihatkan kenaikan pada enam bulan pertama tahun 2012. Hingga bulan Juni, sudah terjadi 139 tawuran kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus menyebabkan kematian. Sementara pada 2011, ada 339 kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal dunia.

4.
Data yang dihimpun dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus tawuran pada 2010 ada sebanyak 102 kasus. 2011 mengalami penurunan atau hanya sekira 96 kasus. Sementara, sejak Januari hingga Agustus 2012 kasus tawuran pelajar sudah terjadi sebanyak 103 kali. Angka ini mungkin saja akan berubah, mengingat tahun 2012 masih menyisakan sekira empat bulan lagi.
 
Pada 2010, dari 102 kasus, 54 di antaranya mengalami luka ringan, 31 luka berat dan 17 orang meninggal dunia. Pada 2011, 62 orang luka ringan, 22 luka berat dan 12 meninggal dunia. Sedangkan pada 2012, 48 orang luka ringan, 39 luka berat dan 17 orang meninggal dunia.

(Jakarta.Okezone.com)

5.
(KOMNAS-PA) baru-baru ini mengungkapkan bahwa sebanyak 62,7 persen siswi SMP sudah pernah melakukan hubukan seks pra-nikah, alias tidak perawan. Sementara 21,2 persen dari para siswi SMP tersebut mengaku pernah melakukan aborsi ilegal. Dari survei yang diselenggarakan KOMNAS-PA tersebut terungkap bahwa tren perilaku seks bebas pada remaja Indonesia tersebar secara merata di seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan status ekonomi dan sosial, baik kaya maupun miskin.

Temuan KOMNAS-PA tersebut akan membuat miris para orang tua yang membacanya secara detail. Dalam hal ini KOMNAS-PA melaporkan temuannya bahwa 97% remaja SMP dan SMA mengaku pernah menonton film porno, dan 93,7% dari para remaja itu mengaku pernah melakukan berbagai macam adegan intim tanpa penetrasi. 

(http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/627-persen-siswi-smp-tidak-perawan/)

Dan masih banyak lagi fakta dan data tentang buramnya potret pendidikan di Indonesia ini. Lantas yang jadi permasalahan pokok atas semua fakta tersebut dimana? Saat ini dunia pendidikan telah mengalami pergeseran dari pendidikan kepada kapitalisasi pendidikan atau industri pendidikan yang berorientasi kepada materi atau uang dan hasilnya pun menjadikan generasi muda yang materialistis.

Tentu dapat dibayangkan jika sistem pendidikan hanya berorientasi pada materi atau uang semata serta menjadikan pendidikan sebagai sebuah industri dan melupakan tujuan atau esensi dari pendidikan itu sendiri. 
Sebenarnya semua ini adalah akibat dari diterapkannya sistem sekulerisme materialisme yang berakar pada pemisahan antara agama dan kehidupan, secara umum atau garis besar dapat dilihat bagaimana sistem sekulerisme ini menjadikan materi sebagai tujuan dari segala tujuan hidup. Pendidikan agama pun hanya diajarkan sebatas ibadah-ibadah mahdhoh dan akhlaq semata sementara ekstrakurikuler atau rohis pun hanya mendapat tempat yang sedikit dibandingkan ekstrakurikuler lainnya. 

Bagaimana sebenarnya solusi atau tujuan dari pendidikan yang Islami? 

Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.

Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt. Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan ummat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama pendidikan, maka institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik yang berlandaskan pada sistem pendidikan berbasis Agama. 

Dalam pandangan Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi anak didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang baik sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan perlu mengarahkan anak didik supaya mendisiplinkan akal dan jiwanya, memiliki akal yang pintar dan sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan keadilan. 

Oleh sebab itu juga, ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam institusi pendidikan juga dibangun di atas Wahyu  Allah yang membimbing kehidupan manusia. Kurikulum yang ada perlu mencerminkan memiliki integritas ilmu  aqidah dan syariah dengan segala cakupan yang terdapat didalamnya. Pandangan hidup Islam perlu menjadi paradigma anak didik dalam memandang kehidupan.

Dalam Islam, Realitas dan Kebenaran bukanlah semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada dalam konsep Barat sekular mengenai dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran didasarkan kepada dunia yang nampak dan tidak nampak; mencakup dunia dan akhirat, yang aspek dunia harus dikaitkan dengan aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki signifikansi yang terakhir dan final. (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam).

Jadi, institusi pendidikan Islam wajib mengisolir atau membuang semua pandangan hidup sekular-liberal yang tersurat dan tersirat dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini, dan menjadikan Islam sebagai dasar dalam setiap bidang dari ilmu pengetahuan saat ini. Dengan perubahan-perubahan kurikulum, lingkungan belajar yang agamis, kemantapan visi, misi dan tujuan pendidikan dalam Islam, maka institusi-institusi pendidikan Islam akan membebaskan manusia dari kehidupan sekular menuju kehidupan yang berlandaskan kepada ajaran Islam. 

Institusi–institusi pendidikan sepatutnya  melahirkan individu-individu yang baik, memiliki budi pekerti, nilai-nilai luhur dan mulia, yang dengan ikhlas menyadari tanggung-jawabnya terhadap Tuhannya, serta  memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, dan berupaya terus-menerus untuk mengembangkan setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia yang beradab.

Tentu itu semua akan terwujud dalam sebuah negara yang menerapkan Sistem Islam secara kaafah yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. 

Wallahu 'Alam

0 komentar:

Posting Komentar