Jumat, 25 Januari 2013 | By: Tuxedo Kamen

SEDIKIT TENTANG HUKUM IJARAH DARI NIZHAMUL IQTISHADI FIL ISLAM


(Bekal bekerja dan mempekerjakan orang)

Salah satu bentuk pekerjaan yang halal untuk dilakukan adalah apa yang disebut dengan Ijaratul Ajir, yakni bekerja dalam rangka memberikan jasa (berupa tenaga maupun keahlian) kepada pihak tertentu dengan imbalan sejumlah upah tertentu. 

Ijarah adalah pemberian jasa dari seorang ajiir (orang yang dikontrak tenaganya) kepada seorang musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemberian harta dari pihak musta’jir kepada seorang ajiir sebagai imbalan dari jasa yang diberikan. Oleh karena itu ijarah didefinisikan sebagai transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai imbalan (kompensasi).

Dalam transaksi ijarah terdapat dua pihak yang terlibat yakni pihak yang memberikan jasa dan mendapatkan upah atas jasa yang diberikan yang disebut dengan pekerja (ajir) dan pihak penerima jasa atau pemberi pekerjaan yakni pihak yang memberikan upah yang disebut dengan pengusaha/majikan (musta’jir). Menurut Islam suatu transaksi ijarah yang akan dilakukan haruslah memenuhi prinsip-prinsip pokok transaksi ijarah. Prinsip-prinsip pokok transkasi menurut Islam adalah:

1) Jasa yang ditransaksikan adalah jasa yang halal dan bukan jasa yang haram. Sehingga dibolehkan melakukan transaksi ijarah untuk keahlian memproduksi barang-barang keperluan sehari-hari yang halal seperti untuk memproduksi makanan, pakaian, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Namun tidak dibolehkan melakukan transaksi ijarah untuk keahlian membuat minuman keras (khamr), membuat narkotika dan obat-obat terlarang atau segala aktivitas yang terkait dengan riba.

2) Memenuhi syarat sahnya transaksi ijarah yakni: (a) orang-orang yang mengadakan transaksi (ajiir dan musta’jir) haruslah sudah mumayyiz, yakni sudah mampu membedakan baik dan buruk. Sehingga tidak sah melakukan transaksi ijarah jika salah satu atau kedua pihak belum mumayyiz seperti anak kecil yang belum mampu membedakan baik dan buruk, orang yang lemah mental, orang gila dan lain sebagainya; (b) Transaksi (akad) harus didasarkan pada keridhaan kedua pihak, tidak boleh karena ada unsur paksaan.

3) Transaksi (akad) ijarah haruslah memenuhi ketentuan dan aturan yang jelas yang dapat mencegah terjadinya perselisihan antara kedua pihak yang bertransaksi. Ijarah adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Apabila transaksi tersebut berhubungan dengan seorang ajiir, maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Sehingga untuk mengontrak seorang ajiir tadi harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Oleh karena itu, jenis pekerjaannya harus dijelaskan, sehingga tidak kabur. Karena transaksi ijarah yang masih kabur, hukumnya adalah fasid (rusak). Dan waktunya juga harus ditentukan, semisal harian, bulanan atau tahunan. Di samping itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan. Karena itu dalam transaksi ijarah maka hal-hal yang harus jelas ketentuannya adalah menyangkut: (a) bentuk dan jenis pekerjaan, (b) masa kerja; (c) upah kerja; (d) tenaga yang dicurahkan saat bekerja.

Dengan jelasnya dan rincinya ketentuan-ketentuan dalam transaksi ijaratul ajir tersebut, maka masing-masing pihak dapat memahami hak dan kewajiban mereka masing-masing. Pihak bekerja di satu sisi wajib menjalankan pekerjaan yang menjadi tugasnya, sesuai dengan transaksi yang ada; di sisi lain ia berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan kesepakatan yang ada.

Demikian pula pihak pengusaha berkewajiban membayar upah pekerja dan menghormati transaksi kerja yang telah dibuat dan tidak bisa bertindak semena-mena terhadap pekerja. Misalnya secara sepihak melakukan PHK; memaksa pekerja bekerja diluar jam kerjanya. Namun pengusaha juga berhak mendapatkan jasa yang sesuai dengan transaksi dari pekerja; berhak menolak tuntutan-tuntuan pekerja diluar transaksi yang disepakati seperti tuntutan kenaikan gaji, tuntutan tunjangan dan lain sebagainya.

0 komentar:

Posting Komentar